Beranda | Artikel
Para Rasul Tidak Mengetahui Perkara Ghaib
Jumat, 10 Juni 2022

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Tafsir Ali Imran Ayat 52-53 – Para Rasul Tidak Mengetahui Perkara Ghaib adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Ayat-Ayat Ahkam. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Kamis, 9 Dzul Qa’dah 1443 H / 09 Juni 2022 M.

Tafsir Ali Imran Ayat 52-53 – Kisah Al-Hawariyyun

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ‎﴿٥٢﴾‏رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ ‎﴿٥٣﴾‏

Maka ketika Isa mengetahui keingkaran mereka, Isa berkata: ‘Siapa yang menjadi penolongku untuk menegakkan agama Allah?’ Al-Hawariyyun berkata: ‘Kamilah penolong-penolong Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikan bahwa kami adalha orang-orang yang menyerahkan diri. Wahai Rabb kami, kami beriman kepada apa yagn Engkau telah turunkan dan kami mengikuti Rasul, maka tetapkanlah kami bersama orang-orang yang memberikan persaksian.`” (QS. Ali Imran[3]: 52-53)

Faedah sebelumnya: Tafsir Ali Imran Ayat 52-53 – Kisah Al-Hawariyyun

Di antara faedah yang bisa kita ambil dari ayat yang mulia ini adalah:

Para Rasul Tidak Mengetahui Perkara Ghaib

Ketika mendapati kaumnya kufur, Isa berkata:

مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ

“Siapa yang menjadi penolongku membela agama Allah?”

Kemudian Al-Hawariyyun berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah.”

Di sini kita mendapatkan faedah bahwa para Rasul tidak mengetahui perkara yang ghaib. Hal ini didasari dengan perkataan mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim.” Karena kalau misalkan ada ilmu tentang hal ini, maka tentunya Isa tidak membutuhkan persaksian.

Bolehnya seseorang mengatakan “Aku Orang Beriman”

Tidak diragukan lagi bahwa ini boleh. Tetapi yang terjadi perbedaan pendapat di dalamnya adalah tentang apakah boleh mengucapkan “Saya Mukmin insyaAllah”.

Jawabannya adalah bahwa ulama berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang mengatakan tidak boleh. Dan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ini perlu perincian.

Hukumnya haram?

Adapun yang berkata bahwa mengucapkan “Saya mukmin insyaAllah” itu tidak boleh, mereka mengatakan bahwa sesungguhnya ucapan “InsyaAllah” itu bisa menunjukkan keraguan orang yang mengucapkan. Kalau tidak ragu bagaimana dia mengucapkan insyaAllah? Kalau iman itu sudah menetap di hati, maka tidak boleh dia mengucapkan insyaAllah.

Seandainya engkau melihat ada orang shalat, kemudian dikatakan kepada orang itu: “Kamu sudah shalat?” Kemudian dia mengucapkan “Aku sudah shalat insyaAllah.” Tentunya ini adalah perkataan yang sia-sia.

Kalau misalnya dikatakan kepada seseorang yang sudah berpakaian: “Apakah engkau sudah berpakaian?” Dia berkata: “Iya saya memakainya insyaAllah.” Padahal dia sudah berpakaian. Inilah adalah perkataan yang sia-sia.

Artinya, seandainya orang itu betul-betul jazm dalam imannya, kenapa dia mengucapkan insyaAllah?

Hukumnya wajib?

Pendapat kedua, mereka berkata bahwa mengucapkan insyaAllah dalam “Saya Mukmin” ini hukumya wajib. Seandainya seseorang mengucapkan “Saya beriman” kemudian diam, ini justru haram.

Sebab bahwa iman yang bermanfaat itu adalah ketika seseorang mati diatas iman tersebut. Sedangkan seseorang tidak tahu apakah dia meninggal diatas iman atau tidak. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلاذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا

“Sesungguhnya ada salah satu di antara kalian yang beramal dengan amalan penduduk surga, sehingga tidak ada jarak antara dia dengan surga melainkan sehasta. Tetapi ketetapan Allah telah mendahuluinya, maka diapun kemudian beramal dengan amalan penduduk api neraka, dan dia masuk kedalam api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihat: Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz

Seandainya perkaranya seperti itu, maka wajib mengucapkan insyaAllah.

Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin berkata bahwa sisi dalil yang mereka kemukakan ini sebenarnya bukan sebab dan ini tidak benar. Karena seseorang berbicara tentang keadaannya sekarang, dan sekarang dia tahu bahwa dia beriman, sedangkan masa yang akan datang ilmunya di sisi Allah.

Betul, seandainya orang tadi mengatakan “Aku akan mati diatas keimanan,” maka kita bisa katakan kepadanya katakanlah “insyaAllah”

Akan tetapi alasan yang benar bahwasanya apabila seseorang berkata “Saya beriman” kemudian dia menjazmkan, maka hal itu ada sisi pencucian diri. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

“Kalian tidak boleh mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm[53]: 32)

Jadi pernyataan “Saya mukmin” dan menjazm dengan keimanan, maka jazm bahwa engkau termasuk penduduk surga, kau menyaksikan bagi dirimu bahwa engkau termasuk penduduk surga. Sedangkan tidak boleh dipersaksikan seseorang masuk surga dengan ditentukan kecuali bagi orang yang sudah dipersaksikan oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Oleh karena itu jika dikhawatirkan merekomendasi diri sendiri dan mengatakan diri kita suci, maka engkau hendaknya mengucapkan insyaAllah. Jadi ucapan insyaAllah-nya itu bukan karena engkau tidak tahu mati diatas hal apa. Tetapi karena dikhawatirkan menyatakan diri suci.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Tafsir Ali Imran Ayat 52-53 – Kisah Al-Hawariyyun


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51780-para-rasul-tidak-mengetahui-perkara-ghaib/